Nah Kan, Palembang - Sebanyak 612 pekerja di terkena pemutusan hubungan kerja () akibat pandemi virus (Covid-19). Sementara 7.020 dirumahkan dan tidak menerima upah selama masa pandemi tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumsel Koimudin mengatakan ratusan orang yang terkena PHK tersebut akibat beberapa perusahaan yang berhenti beroperasi total selama masa pandemi.
"Yang dirumahkan itu perusahaannya masih berjalan namun ada pengurangan waktu operasional. Data ini belum termasuk sektor informal yang lebih banyak lagi jumlahnya," ujar Koimudin, Jumat (1/5).
Berdasarkan data yang diperoleh Disnakertrans Sumsel per 29 April, sebagian besar dari jumlah yang kena PHK itu merupakan perusahaan yang ada di Kota Palembang.Sebagian besar yang terkena PHK adalah pekerja yang berada di sektor transportasi, perhotelan, dan pariwisata.
Koimudin mengatakan hanya bisa mengimbau perusahaan yang melakukan PHK untuk memberikan hak-hak pegawai seperti membayarkan pesangon.
Pembayaran pesangon tersebut sangat berguna bagi para korban PHK bertahan di masa sulit pandemi dan belum bisa menemukan pekerjaan baru.
Sejauh ini, Disnakertrans Sumsel belum menerima laporan dari serikat buruh terkait perusahaan yang tidak membayarkan kewajibannya bagi para korban PHK.
"Bagi yang kena PHK ini bisa segera mendaftarkan diri untuk mendapatkan Kartu Prakerja sehingga dapat bantuan dan pelatihan kerja dari pemerintah," ujar dia.
Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel Sumarjono Saragih menyebut perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya adalah mereka yang hendak menutup bisnisnya.
"Yang paling terdampak adalah perhotelan, pariwisata, jasa dan manufaktur. Ada perusahaan yang omsetnya turun sampai 90 persen. Beberapa hotel pun terpaksa tutup karena biaya operasional lebih tinggi dari pemasukan," kata dia.
Namun beberapa sektor seperti pertanian dan perkebunan yang masih menjadi sumber perekonomian di Sumsel masih bisa berjalan meskipun tidak sebaik di kondisi normal.
Saat ini, pengusaha dihadapkan pada sejumlah kendala seperti keterbatasan infrastruktur pendukung, perlambatan, dan sejumlah pembatasan yang tentu berpengaruh pada operasional.
"Selama kita masih bisa berbisnis, tentu harus berusaha mencari solusinya. Kami harap pemerintah memberikan sejumlah kemudahan bagi pengusaha untuk dapat bangkit dari keterpurukan," kata dia.
"Misal kebijakan fisikal atau insentif bagi perusahaan yang masih beroperasi," tambahnya.
Terpisah, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel Herlan Aspiudin mengatakan beberapa hotel dari total 300 yang ada di Sumsel sudah menutup usahanya. Beberapa yang masih beroperasi mengalami penurunan okupansi hingga 80 persen.
Herlan mengatakan kontribusi hotel dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Palembang bisa mencapai Rp250 miliar pada 2019 lalu. Target awal tahun 2020 bisa mencapai Rp400 miliar.
"Tapi itu jadi sulit karena ada Covid. Apalagi kita masih belum tahu kondisi ini akan sampai kapan," ungkap Herlan.
Selain penginapan, hotel pun bergantung pada wisata Meetings, Incentives, Conferences and Exhibition (MICE). Dengan diterapkannya pembatasan fisik, kerumunan pun tidak diperbolehkan.
"Sekarang, kebanyakan dari mereka bekerja secara begiliran biasanya secara mingguan. Total pekerja yang ada di bidang perhotelan se-Sumsel bisa mencapai 10 ribu orang. Manajemen hotel mencari strategi untuk bisa bertahan dari kondisi ini," ucap Herlan.
"Ada yang menyewakan kamar untuk isolasi mandiri, ada juga yang membuka layanan pesan antar," katany
a
Posting Komentar